Urusan Pengelolaan Lingkungan Untuk Negara-Negara
Kepulauan Kecil
Dr. Graham Baines, Environment Pacific
Suatu
administrasi pengelolaan lingkungan kemungkinan besar akan menjadi bagian
penting dari pemerintahan di Timor Lorosa’e.
Jangkauan dan besar tugas – tugas yang dihadapi luas sekali dan meliputi
baik tanggungjawab nasional maupun internasional. Negara Kepulauan Pasifik telah menghadapi kebutuhan-kebutuhan
yang serupa pada saat mereka memperoleh kemerdekaan. Usaha-usaha individu mereka bersama dengan dukungan dari program
lingkungan wilayah Pasifik Selatan merupakan contoh-contoh yang berguna
meskipun kesuksesan mereka terbatas.
Beberapa faktor dan masalah yang menghambat kesuksesan itu diketahui. Disarankan bahwa Timor Lorosa’e mulai dengan
suatu program yang sederhana dan terfokus sebagai tahap pertama dari
administrasi pengelolaan lingkungan, dengan maksud untuk perluasan lebih lanjut
di kemudian hari.
Orang Timor Lorosa’e
menghadapi banyak masalah lingkungan yang timbul dari bertahun-tahun kelalaian
dan salah urus. Oleh karena itu diperlukan berbagai macam kebijakan,
undang-undang dan tindakan-tindakan yang baru.
Suatu lembaga pengelolaan lingkungan akan perlu mencakup bermacam-macam
fungsi dan keahlian teknis.
Beberapa masalah yang akan
dihadapi mempunyai dimensi internasional, khususnya yang berhubungan dengan
sumber daya lingkungan dan alam yang dipakai bersama antara Australia dan
Indonesia, dan hal ini menambah beban kerja kita. Pada saat Timor Lorosa’e memasuki masyarakat global, dalam hal
lingkungan dia akan diharapkan untuk “berpikir secara global dan lokal.” Ini menindaki masalah-masalah lokal dan
lingkungan, tetapi dalam kaitannya dengan konteks global di mana
masalah-masalah lokal itu merupakan bagian saja. Negara-negara anggota PBB telah memikul sejumlah kewajiban
lingkungan internasional melalui konvensi-konvensi. Dengan menerima konvensi-konvensi ini, Timor Lorosa’e akan bisa
menarik dukungan keuangan dan teknis untuk pengelolaan keanekaragaman hayati
dan lingkungan. Akan tetapi tanggung jawab dari keanggotaan konvensi-konvensi
ini sangat berat bagi negara-negara kepulauan kecil. Dengan sedikit staf yang terlatih, bahkan untuk masalah-masalah
lokal yang menjadi prioritas, sejumlah besar waktu staf yang penting akan diancam
akan dialihkan untuk memenuhi syarat
pelaporan dari Sekretariat konvensi di luar negeri. Oleh karena itu,
dianjurkan untuk diadakan sebuah analisa yang teliti mengenai kerugian dan
keuntungan relatif yang akan timbul apabila Timor Lorosa’e mengambil bagian
dalam konvensi-konvensi ini.
Negara-negara Kepulauan
Pasifik telah menghadapi pilihan-pilihan, kontradiksi dan persoalan-persoalan
yang sama dengan saat mereka memperoleh kemerdekaan. Kesamaan-kesamaan keadaan
dan kebutuhan mereka dalam pengelolaan lingkungan dan pelestarian biodiversitas
mengarah pada pendirian Program Lingkungan Wilayah Pasifik Selatan (SPREP).
Program ini telah memberikan beberapa bentuk bantuan kepada
pemerintah-pemerintah Kepulauan Pasifik.
Akan tetapi keefektifan dari SPREP dihalangi oleh transformasinya dari
satuan dukungan “low key” (sederhana) ke dalam organisasi daerah secara
geografi yang “big and glossy” (besar dan mewah) dan, pada beberapa hal,
jauh secara konsepsional dari para kliennya.
Tidak pernah dipikirkan sebelumnya bahwa SPREP harus memikul seluruh
peran pengelolaan lingkungan dari negara-negara anggotanya. Setiap negara kepulauan masih perlu
mendirikan semacam satuan pengelolaan lingkungan. Bentuk-Bentuk satuan ini dan tingkat kesuksesannya yang berbeda,
dan tak satupun yang telah mampu memenuhi idaman masa depan kemerdekaan.
Faktor-faktor dan masalah
yang telah mengurangi keefektifan instansi-instansi dan staf pengelolaan
lingkungan di negara Kepulauan Pasifik termasuk[1]:
·
Aneka ragam
masalah-masalah yang dihadapi mengharuskan petugas-petugas menjadi “multi-tasked”(beragam
tugas). Hal ini menurun keefektifan mereka, dan mengurangi kesempatan untuk
kerja lapangan. Pemerintah-pemerintah
tidak mampu menggaji staf untuk kerja lapangan lingkungan, tetapi belum ada
upaya untuk menghadapi kekurangan ini melalui kerjasama dengan instansi
pertanian, perikanan dan kehutanan.
·
Jumlah staf yang
sangat kecil berarti bahwa kemangkiran pada waktu mengikuti latihan dan
konferensi, menyebabkan kekurangan besar pada usaha konservasi dalam negeri.
·
Lembaga-Lembaga
bantuan pembangunan sepatutnya memerlukan rekan lokal untuk proyek-proyek. Di
negara-negara kepulauan kecil, hal ini lebih menuntut lebih banyak waktu lagi
dari staf lokal yang multi-tugas, mendapat bantuan sedikit saja, dan sering
mangkir karena pelatihan atau konferensi.
·
Walaupun adanya
kebijakan konservasi diuraikan dalam rencana pembangunan ekonomi lima tahun
dari beberapa negara kepulauan cukup menggembirakan, tetapi hal ini belum
dicerminkan dalam cara pemerintah-pemerintah menjalankan kegiatan pembangunan.
·
Beberapa perundang-undangan lingkungan yang
unggul telah diperkenalkan, tetapi sering dibuat tidak efektif karena
kekurangan sokongan bagi pelaksana atau pembuatan perundang-undangan belakangan
yang mengesampingkan peraturan lingkungan.
·
Fungsi-Fungsi
pengelolaan lingkungan dan perlindungan keanekaragaman hayati merupakan hal-hal
yang pertama-tama dikurangi ketika pemerintah menghadapi kesulitan keuangan.
Situasi ini tak serupa dengan “demokrasi maju”, dukungan masyarakat (yang dapat
diterjemahkan sebagai tekanan pemilih pada pemerintah) masih lemah.
·
Oleh karena kerja
lingkungan dan konservasi dianggap tidak sepenting pembangunan,
pekerjaan di bidang konservasi memberi kesempatan terbatas untuk perkembangan
karir, dalam komposisi pelayanan umum yang kaku. Hal ini telah membuat sebagian
dari petugas yang berkualitas lebih tinggi menjadi enggan menjabat di
bidang ini.
·
Sumbangan besar dari
para donor dana untuk membantu peserta kepulauan ikut serta dalam konferensi
luar negeri telah menyebabkan kecenderungan pada pihak penerima untuk menerima
semua tawaran tanpa mengetahui lebih dulu konferensi mana yang betul-betul
relevan dengan kebutuhan mereka. Setiap konferensi yang diikuti membawa
kerugian dari segi usaha konservasi di dalam negeri.
·
Persaingan dan
pertandingan antara instansi pemerintah melemahkan administrasi pengelolaan
lingkungan. Usaha khusus diperlukan untuk menghasilkan hubungan kooperatif.
·
Instansi lingkungan
hidup nasional telah menjadi sangat “territorial” (nasionalis). Dengan
demikian inisiatip konservasi dari pihak lain cenderung dianggap sebagai
saingan daripada bantuan. Tidak ada
banyak upaya untuk mendorong pengelolaan lingkungan ditingkat pemerintahan yang
lebih rendah, tetapi ada beberapa usaha untuk menyokong masyarakat desa dalam
hal ini.
·
Telah memerlukan waktu
yang lama sebelum pemerintahan setuju untuk berkerjasama dengan LSM-LSM, dan
hal ini telah menghambat sumbangan LSM-LSM pada usaha konservasi nasional.
Masalah ini telah timbul akibat salah pengertian antara kedua pihak
·
Tidak ada inisiatip
konservasi atau pengelolaan lingkungan di daerah-daerah pedesaan di negara
Kepulauan Pasifik yang telah berhasil kecuali inisiatip di mana masyarakat
lokal diajak ikut dan dilibatkan secara dekat.
·
Semua instansi
konservasi Kepulauan Pasifik menghadapi suatu masalah yang payah dengan
kekurangan informasi untuk tindakan konservasi dan pengelolaan hutan. Sebagian
dari masalah itu disebabkan oleh tidak adanya suatu kerangka kerja untuk
mendapatkan kembali data penting dari penelitian yang dilakukan oleh
orang-orang luar.
Timor Lorosa’e dapat bertindak untuk mencegah
atau mengurangi masalah-masalah ini, dan mungkin bisa mempertimbangkan
pendekatan bertahap untuk pendirian dan pengembangan suatu administrasi
pengelolaan lingkungan. Tahap jangka pendek yang pertama dapat: memfokuskan
pada bermacam tugas terpilih dari yang dibutuhkan; memperkenalkan bentuk-bentuk
perundang-undangan“minimalis” (paling rendah/sederhana) yang menjadi
prioritas (dipergunakan sebagai dasar untuk perundang-undangan yang lebih
terinci di kemudian hari); mengontrakkan (dengan dukungan dana donor) banyak
dari kerja lapangan (penelitian dan laporan sangat diperlukan); sambil menjamin
bahwa kontrak-kontrak ini menyediakan pelatihan “in-service” (dalam
pekerjaan) yang berguna bagi orang Timor Lorosa’e (pemerintah, LSM-LSM, dan
masyarakat).
[1] Perincian lebih lanjut dalam Baines G.B.K, 1990. “Conservation Policy and Practice in the South Pacific Island Region”, Proceedings, Fourth South Pacific Conference on Nature Conservation and Protected Areas.